11/07/2016

Kaca Mata Cinta


Pantai Pancer Puger
 


Pelabuhan Puger




Begitu cantiknya alam yang kita punya, jika kita bisa melihatnya dengan kaca mata cinta. Dengan kaca mata cinta inilah kita bisa berbangga diri pada dunia bahwa kita kaya, dan kita harus berbangga diri bahwa kita juga punya alam yang sangat indah. Didunia yang penuh selfie - selfie ini, semoga kita tak pernah mengabaikan alam kita untuk mempublikasikannya.

Lihatlah dengan kaca mata cinta, niscaya kan kau dapati bahwa alam kita tak hanya menunjukkan cantiknya disiang hari, bahkan dimalam haripun dia juga menampakkan kecantikannya.
Walau terkadang dia terabaikan, tapi dia selalu memberikan wajah cantiknya pada kita semua.
Saatnya kita bangga, saatnya kita bersyukur, saatnya kita katakan pada dunia bahwa di desaku Puger tercinta juga memiliki keindahan yang kalian miliki.

Foto diambil oleh :Salman Al Farisi

Potensi Wisata Alam Pantai Selatan Kabupaten Jember


( Foto : Mulya )

     Wisata Pantai di Kabupaten Jember yang sangat terkenal adalah Pantai Papuma watu ulo, namun selain itu Pantai pantai di kecamatan Puger Kabupaten Jember, juga sangat berpotensi untuk pariwisata misalnya pantai Pancer Puger, salah satunya yang setiap hari libur banyak di kunjungi para wisatawan, seperti libur tahun baru Juma’t 1 januari 2016, ribuan penggunjung memadati pantai Puger, terlihat antrian panjang  di pintu masuk, dengan harga tiket masuk 5.000 rupiah yang sangat murah pas dengan kantong orang kalangan menengah kebawah. Para pengunjung bisa menikmati wisata alam suasana pantai meski terik matahari menyengat namun tak menyurutkan niat para pengunjung untuk menikmati indahnya pantai Puger.
2km di sisi barat Pantai Pancer Puger, dengan melintasi Jalur lintas selatan, terdapat pantai yang tak kalah menarik dengan Pantai Puger, pemandangan di pantai ini begitu indah, pengunjung di hadapkan dengan pulau nusa barong langsung juga bisa memandang samudra hindia yang sangat luas, dari atas Jembatan cinta, dan para pengunjung pun bisa menikmati rindangnya pohon bakau, Pantai Perawan getem Puger. walau pun cantik dan sangat menarik untuk mengunjungi Pantai Perawan getem, tidak di pungut biaya apapun tidak ada tiket masuk  tidak ada tempat parkir tersedia, karena tempat wisata ini masih belum banyak orang mengenalnya.
Tidak cukup sampai disitu 1 km dari Pantai Perawan getem Puger, juga terdapat tempat wisata alam lainya yaitu Pantai Tanjung sari yang begitu dekat dengan pulau nusa barong, pengunjung bisa memandang ke sisi selatan yaitu ke pulau nusa barong  dengan jelas dan bisa mengenal kehidupan nelayan tradisional dengan perahu jukung  berukuran kecil memancing ikan. Pantai Tanjung Sari berada di Desa Kepanjen Gumukmas, sama dengan Pantai Perawan bila berkunjung ketempat ini pengunjung tidak usah mengeluarkan biaya, tidak ada salahnya bila anda ingin menikmati wisata pantai untuk mengisi liburan, untuk mengunjungi Pantai Pantai tersebut yang di suguhkan dengan seribu pesona alam yang sangat menggoda mata .
( Mulya )


CARA PENANGGULANGAN IUU FISHING

Sebelum membahas cara penanggulangan IUU Fishing terlebih dahulu harus mengetahui kendala yang dihadapi dalam penanganan IUU Fishing adalah :

1. Lemahnya pengawasan
 masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pengawasan;
 SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas;
 belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
 masih lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah;
 belum berkembangnya lembaga pengawasan;
 Penerapan sistem MCS yang belum sempurna

2. Belum tertibnya perijinan -
 Pemalsuan Ijin, penggandaan ijin

3. Lemahnya Law Enforcement
 Wibawa hukum menurun
 Ketidak adilan bagi masyarakat
 Maraknya pelanggaran & illegal

Penanggulangan IUU Fishing
1. Sistem Pengelolaan
 Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dengan cara Pelestarian: Perlindungan, Pengawetan dan Rehabilitasi, Pengalokasian dan penataan pemanfaatan, Penyusunan Peraturan, Perijinan dan pemanfaatan Sumberdaya ikan.

2. Kebijakan dengan Visi Pengelolaan SDKP tertib dan bertanggung jawab
 Meningkatkan kualitas pengawasan secara sistematis dan terintegrasi agar pengelolaan SDKP berlangsung secara tertib dengan cara operasi pengawasan dan penegakan hukum.
 Meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP dengan cara pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat seperti pembentukan kelompok apengawas masyarakat (Pokmaswas).

3. Strategi
 Optimalisasi Implementasi MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea) dalam pengawasan dengan cara Peningkatan Sarana dan Prasarana pengewasan dan Mengintegrasikan komponen MCS (VMS, Kapal Partroli, Pesawat Patroli Udara, Alat Komunikasi, Radar Satelit/Pantai, Siswasmas, Pengawas Perikanan (PPNS) dan Sistem Informasi Pengawasan dan Pengendalian SDKP) dalam satu system yang sinergis.

 Pembentukan Kelembagaan Pengawasan di Tingkat Daerah.
Dasar Pembentukan Kelembagaan ini yaitu : Belum adanya lembaga pengawasan yang mandiri, Lambannya penanganan operasi dan penanganan perkara, Rentang kendali dan koordinasi yang panjang, Ketergantungan pada pihak lain, Tidak adanya kepastian kendali dan pasca operasi. Rancangan kebutuhan kelembagaan pengawasan yaitu Pangkalan Pengawasan 7 Unit, Stasiun Pengawas 31 Unit dan Satker Pengawas 130 Unit. Sampai saat ini baru Pangkalan 2 unit, Stasiun 3 unit dan Satker unit masih jauh dari harapan.

 Meningkatkan Intesitas Operasional Pengawasaan Baik Dengan Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP secara mandiri maupun kerjasama dengan TNI AL dan Polri. Dengan Langkah ke depan :
• Meningkatkan frekuensi kerjasama operasi dengan TNI AL dan POLAIR
• Memprogramkan pengadaan Kapal Pengawas dalam jumlah yang mencukupi baik melalui APBN Murni maupun Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN).

 Operasional Penertiban Ketaatan Kapal Dipelabuhan.
Dalam operasi tersebut dilakukan pemeriksaan :
1. Ketaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan sesuai dengan ijin yang diberikan,
2. Ketataan Nakhoda kapal perikanan dalam melaporkan hasil tangkapan melalui pengisian Log Book Perikanan,
3. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masa berlaku ijinnya telah habis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kapal di pelabuhan pangkalan yang tertib diterbitkan Surat Laik Operasi (SLO) Kapal Perikanan dari Pengawas Perikanan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan bagi yang tidak tertib tidak akan dikeluarkan.

 Pengembangan Dan Optimalisasi Implementasi Vessel Monitoring System (VMS).
1. Mewajibkan Pemasangan Transmitter VMS Bagi Kapal berukuran 60 GT ketas.
2. Penerapan Transmitter VMS Off Line Bagi Kapal Berukuran 30 – 60 GT.
3. Penerapan Sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku bagi pemilik kapal yang tidak patuh.

 Pengembangan Sistem Radar Pantai Yang Terintegrasi Dengan VMS.
1. Pengembangan sistem radar yang diintegrasikan dengan VMS (telah dikembangkan bersama BRKP).
2. Stasiun-stasiun radar tersebut akan ditempatkan pada titik-titik pintu masuknya kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (Selat Malaka, Laut Natuna dsb).
Apabila konsep ini terwujud Informasi pengawasan dapat diterima lebih banyak. Hal itu akan mengurangi fungsi patroli kapal pengawas, sehingga pengadaan kapal pengawas bisa dikurangi.

 Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana.
1. Peningkatan Peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan
2. Mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan persidangan) antar lain melalui Pengadilan Khusus Perikanan
3. Mengantisipasi terjadinya tuntutan (Pra-peradilan, Class Action dan Tuntutan Perdata)
4. Mengamankan dan merawat barang bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai ekonominya dapat dipertahankan
5. Penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan asing illegal yang tertangkap

 Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Sumberdaya Ikan melalui SISWASMAS
1. Pembinaan berupa peningkatan teknis pengawasan dan pemberian stimulant kepada kelompok-kelompok tersebut berupa perlengkapan pengawas (radio komunikasi, senter, mesin tik dll).
2. Sampai dengan tahun 2006 telah terbentuk 759 Pokmaswas yang tersebar di 30 Propinsi di Indonesia.
3. Evaluasi Pokmaswas tingkat Nasional untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden RI.

 Pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan.
Dasar Pembentukan :
1. Perkara perikanan belum mendapat perhatian serius dibanding perkara lain
2. Mewujudkan suatu tatanan sistem peradilan penanganan perikanan yang efektif
3. Menstimulasi kinerja pengadilan negeri dalam menangani tindak pidana perikanan
4. Mengubah paradigma di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani perkara-perkara perikanan
Sampai saat ini telah dibentuk di lima tempat yaitu Jakarta Utara, Pontianak, Medan, Tual dan Bitung.

Sumber Kebijakan Penaggulangan IUU Fishing Dalam Mendukung Tugas PPNS di Lapangan Oleh Direktur Jenderal P2SDKP pada Acara Coaching Clinic PPNS Perikanan Tahun 2007.




Illegal Fishing di Indonesia

Samudera Pasifik merupakan daerah yang tingkat pelanggarannya cukup tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terutama dilakukan oleh KIA yang berasal dari berbagai negara diantaranya Thailand, Vietnam, China, dan Filipina.  
Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang dikeluarkan oleh International Plan of Action (IPOA) – Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai oleh FAO dalam konteks implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing dijelaskan sebagai berikut.
Illegal Fishing, adalah :
1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu (Activities conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission of that state, or in contravention of its laws and regulation).
2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasidan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum internasional (Activities conducted by vessels flying the flag of states that are parties to a relevant regional fisheries management organization (RFMO) but operate in contravention of the conservation and management measures adopted by the organization and by which states are bound, or relevant provisions of the applicable international law).
3.
 Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO (Activities in violation of national laws or international obligations, including those undertaken by cooperating stares to a relevant regioanl fisheries management organization (RFMO).
Walaupun IPOA-IUU Fishing telah memberikan batasan terhadap pengertian IUU fishing, dalam pengertian yang lebih sederhana dan bersifat operasional
Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
Illegal Fishing di Indonesia
Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di WPP-RI, namun dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat disimpulkan bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone) dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Pada umumnya, Jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA atau kapal eks Asing illegal di perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan trawl.Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (KII). 
Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain: penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal), transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.
Sampai dengan tahun 2008, kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia, terbilang cukup tinggi dan memprihatinkan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar...
Gambar ..
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Perikanan
di WPP-RI
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan. 
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
Prediksi lain sebagian kerugian ekonomi akibat illegal fishing melalui perhitungan yang didasarkan pada data hasil penelitian dapat kita simak pada Tabel
Tabel
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing
Rincian
Pukat
Ikan
L. Arafura
Pukat
Ikan
Slt. Malaka
Pukat Udang
Pukat Cincin Pelagis Besar
Rawai
Tuna
Ukuran Kapal (GT)
202
240
138
134
178
Kekuatan Mesin (HP)
540
960
279
336
750
Produksi (Ton/Kpl/thn)
847
864
152
269
107
Rugi pungutan Perikanan (Rp juta/Kpl/Thn)
193
232
170
267
78
Rugi subsidi BBM (Rp.Juta/Kpl/Thn)
112
221
64
77
173
Rugi Produksi Ikan (Rp. Juta/Kpl/Thn)
3.559
1.733
3.160
1.101
801
Total Kerugian (Rp.Juta/Kpl/Thn)
3.864
2.187
3.395
1.446
1.052
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal fishing dengan jumlah kerugian tersebut.