5/03/2015

Singapura Perluas Dermaga Pelabuhan Internasional




Singapura, JMOL – Singapura memperluas dermaga pelabuhan dengan membangun Terminal ‘Tuas’, bekerja sama dengan sebuah perusahaan pengerukan internasional. Pantauan Jurnal Maritim, nilai kontrak pembangunan Terminal Tuas Tahap I sebesar USD1,83 miliar.
Dilansir dari worldmaritimenews, pada Jumat (1/5), Terminal Tuas Tahap 1 merupakan dermaga pelabuhan hasil proyek reklamasi yang memiliki 20 tempat sandar kapal. Adapun kapasitas total dermaga direncanakan sebesar 20 juta TEUs per tahun.
Proyek ini memakan waktu enam tahun, dan akan mereklamasi 294 hektar lahan baru. Sehingga, dengan bertambahnya kapasitas penampungan kontainer, Pelabuhan Singapura akan semakin besar dan menjadi sangat penting di Selat Malaka.
Singapura merupakan tempat transit kapal-kapal niaga internasional, dan menghubungkan lebih dari 600 pelabuhan di 123 negara di 6 benua, termasuk kapal-kapal dari Indonesia. Sebagian Pengamat Maritim Indonesia mengatakan, Indonesia layaknya memiliki pelabuhan dan kota seperti Singapura di beberapa titik ALKI. Jika itu terjadi, tidak hanya Singapura yang akan maju, tetapi juga Indonesia yang merupakan Poros Maritim Dunia.[ANDRI]

Sumber : jurnalmaritim.com

4/29/2015

KKP: Indonesia Swasembada Garam Tahun 2016

Surabaya, JMOL – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis swasembada garam di Indonesia bisa dicapai pada 2016. Optimisme itu berangkat dari besarnya dukungan berbagai pihak di Tanah Air terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan petambak garam.
Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau Kecil Kementerian KKP, Sudirman Saad menegaskan untuk mewujudkan swasembada garam diperlukan upaya serius dan saling bersinergi. “KKP melalui program PUGAR yang telah dilakukan sejak tahun 2011 diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan,” kata Sudirman, dalam Pembukaan Sosialisasi Nasional Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Tahun 2015, di Surabaya, Selasa (28) malam.
“KKP berkomitmen swasembada garam nasional dapat dicapai. Apalagi, pada 2015 KKP memfasilitasi kurang lebih 10.000 hektare lahan garam rakyat untuk intensifikasi dengan alokasi anggaran besar,” ujarnya.
Sudirman menjelaskan, target besaran produksi garam tahun ini terealisasi sebesar 3,3 juta ton, atau 0,8 juta ton lebih besar dibanding pencapaian tahun 2014, sebesar 2,5 juta ton. Peningkatan tersebut, diharapkan menjadi substitusi terhadap pengurangan importasi garam sebesar 50 persen.
Sejauh ini, menurut dia pemetaan swasembada garam yang telah disusun KKP, telah dialokasikan anggaran yang cukup besar. Anggaran yang begitu besar untuk intensifikasi lahan garam, terutama untuk memenuhi kebutuhan garam industri maupun mempertahankan swasembada garam konsumsi.[AN]

Sumber : Jurnalmaritim.com

4/22/2015

KKP Tingkatkan Pengembangan SDM KP Dukung Blue Economy







Info BPSDM KP (13/4) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP), kembali menghadirkan inisiator blue economy (ekonomi biru) internasional Prof. Gunter Pauli. Kali ini, ia menjadi pembicara pada Short Course on Blue Economy Practices, Minggu (12/4), di Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Sidoarjo, Jawa Timur, hasil kerja sama dengan Blue Economy Foundation (BEP) Indonesia.
Menurut Gunter, blue economy diartikan sebagai ekonomi berbasis kelautan, yang berarti sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Konsep blue economy sangat relevan untuk diterapkan di sektor kelautan dan perikanan melalui pengembangan bisnis inovatif dan kreatif berdasarkan prinsip efisiensi alamhidup hemat tanpa ada limbah yang terbuang (zero waste)menciptakan kesempatan wirausaha dan lapangan kerja,dan memperbaiki modal sosial dengan inovasi dan kreativitas.
Sejalan dengannya, Kepala BPSDM KP Suseno Sukoyono mengatakan, konsep blue economy diangkat berdasarkan pengalaman empiris bahwa dengan inovasi dan kreativitas kegiatan ekonomi dapat dikelola tanpa merusak lingkungan, bahkan sebaliknya dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Konsep ini diperkenalkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia selama ini cenderung ekploitatif dan merusak lingkungan karena keserakahan. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya limbah yang bersumber dari industri maupun rumah tangga, tetapi juga diakibatkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melebihi kapasitas atau daya dukung alam. Dengan konsep ini, sumber ekonomi nasional dikelola secara berkelanjutan.
“Sementara itu, SDM merupakan kunci keberhasilan dalam menerapkan konsep blue economy dalam membangun kelautan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi KKP pada pengembangan blue economy merupakan salah satu strategi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” tambah Suseno.
Peningkatan kapasitas SDM tersebut dilakukan melalui pendidikan, di samping juga dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan. Kegiatan pendidikan ini dilakukan melalui satuan pendidikan KKP, yang terdiri dari sembilan Sekolah Usaha Perikanan (SUPM) di Aceh, Pariaman, Kota Agung, Tegal, Pontianak, Bone, Kupang, Ambon, dan Sorong; tiga Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) di Sidoarjo, Bitung, dan Sorong; serta satu Sekolah Tinggi Perikanan (STP) di lima kampus, yakni Jakarta, Bogor, Serang, Karawang, dan Wakatobi. Penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan KKP menggunakan sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory dengan porsi 70% praktek dan 30% teori untuk pendidikan menengah serta 60% praktek dan 40% teori untuk pendidikan tinggi. Peserta didiknya: 40% anak pelaku utama (nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan, serta petambak garam), 40% masyarakat umu, dan 20% mitra kerja sama.
Salah satu contoh nyata penerapan blue economy pada satuan pendidikan KKP diterapkan oleh Poltek KP Sidoarjo. Pada kegiatan budidaya perikanan Poltek ini telah menerapkan sistem budidaya ikan dan udang dengan memanfaatkan hutan mangrove buatan di stasiun lapangan praktek Pulokerto, Pasuruan, Jawa Timur, dengan nama Pusat Studi Mangrove. Buah mangrove yang biasanya terbuang, dimanfaatkan untuk aneka olahan mangrove, seperti dodol, selai, dan sirup. Pusat studi ini merupakan lokasi kunjunganfield trip peserta The 9th World Congress on Blue Economy 2015, 13-15 April 2014, pada hari terkahir pelaksanaannya.
Selain itu ada pula Bandeng Tanpa Duri (Batari) yang limbah pemrosesannya banyak dihasilkan manfaat yang mencerminkan penerapan blue economy. Limbah isi perut hati, ginjal dan labirinth bandeng diolah dengan cara digoreng. Isi perut dan labirinth dapat pula diolah menjadi bothok. Semua isi perut, insang dan labirinth dimanfaatkan sebagai pakan ikan lele. Kemudian sisiknya dibuat kolagen sebagai campuran bahan kosmetik. Tulang punggung dan duri diolah menjadi krupuk dan abon. Sedangkan darah dan sisa-sisa cucian menjadi pupuk cair yang dapat menyuburkan plankton.
Contoh lainnya dilakukan oleh STP kampus Serang dengan pengembangan budidaya udang menggunakan teknologi Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (Busmetik), yang merupakan inovasi  teknologi  budidaya udang melalui suatu kajian ilmiah yang terukur. Kegiatan budidaya udang ini disinergikan dengan beberapa kegiatan lain yang dapat diintegrasikan sesuai dengan blue economy, yaitu pemanfaatan  limbah  budidaya untuk pertumbuhan vegetasi mangrove dan bandeng, bunga mangrove untuk pengembangan lebah madu, daun mangrove untuk konsumsi binatang ruminansia, seperti kambing, serta pemanfaatan lahan sekitar mangrove untuk budidaya kepiting. Dengan demikian, tidak ada lagi limbah yang terbuang tanpa dimanfaatkan.
Suseno berharap kegiatan Short Course on Blue Economy Practices dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan kependidikan, baik lingkup KKP maupun pendidikan lainnya, serta kelembagaan Politeknik KP Sidoarjo dalam membangun jejaring kerja internasional; sebagai momentum pengembangan pusat studi, khususnya Pusat Studi Mangrove Poltek KP Sidoarjo; memfasilitasi pertukaran best practice good ocean governance dan scale up penerapan prinsip-prinsip blue economy yang dapat diaplikasikan masyarakat luas; serta penyampaian inovasi-inovasi yang telah dikembangkan oleh satuan pendidikan tinggi KKP. “Hal ini merupakan bentuk pengembangan blue economy yang telah dilaksanakan oleh satuan pendidikan KKP, yang menjadikan bentuk nyata sebagai penjuru dan rujukan bagi lembaga pendidikan tinggi kelautan dan perikanan dan sekolah kemaritiman di Indonesia,” tegasnya.
Dengan menerapkan blue economy membuat SDM kelautan dan perikanan menjadi lebih kreatif untuk memanfaatkan limbah menjadi suatu kegiatan inovatif yang mendorong terciptanya para wirausaha baru, baik dari satuan pendidikan maupun pelatihan, melalui pendampingan para penyuluh di lapangan dalam menerapkan dan mempraktekannya.

Sumber : HUMAS BPSDM KP


3/26/2015

LIMA BULAN TERAKHIR SEKTOR PERIKANAN TUMBUH PESAT

KKPNews-Jakarta. Dalam lima bulan terakhir, sektor perikanan menunjukan pertumbuhan yang cukup signifikan. Dimana dari data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Desember tahun 2014 lalu, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan meningkat menjadi 8,9 persen.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Rakor Bidang Kemaritiman di Gedung BPPT Jakarta, Rabu (25/03), menngungkapkan hal itu didorong oleh komitmen pemerintah dalam menangani Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing melalui kebijakan moratorium perizinan kapal eks asing yang diberlakukan sejak November 2014.
Menurutnya, nilai tersebut jauh di atas rata-rata PDB nasional yang hanya berada pada level 5,01 persen di periode yang sama. Selain itu Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga naik dari 1,1 menjadi 1,7 pada bulan Februari 2015.
Seiring dengan pencapaian tersebut, pemerintah dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman melakukan evaluasi penanganan illegal fishing yang telah diberlakukan sejak November 2014 tersebut. Dari hasil analisa dan evaluasi terungkap bahwa dari sekitar 1.300 kapal eks asing yang beroperasi setidaknya ada 870 kapal yang tidak bisa melaut lagi di wilayah perairan Indonesia.
Hal itu menurut Menteri Susi dikarenanakan pelanggaran yang dilakukan sudah di luar batas kewajaran, semisalnya memalsukan NPWP. “Kalau dilangsungkan (terus), pelanggaran yang dilakukan sudah termasuk dalam kategori illegal fishing, pajaknya belum kita kejar” ungkap Susi.
Susi juga menuturkan, ada kemungkinan pemerintah tidak akan memperpanjang PERMENKP Nomor 56 Tahun 2014 tentang penghentian sementara (moratorium) izin kapal eks asing yang akan berakhir bulan April 2015. Namun disisi lain, pemerintah akan tetap memperkuat komitmen pemberantasan IUU fishing dengan pengetatan izin-izin dan peningkatan pengawasan.
Dalam rakor tersebut, Menteri Susi juga menyampaikan strategi pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang dinilai telah berkontribusi besar bagi dunia. Ia menyebutkan bahwa 40 persen suply hasil perikanan tangkap dunia dihasilkan dari wilayah perairan Indonesia.
Sementara itu Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo saat memimpin Rakor mengatakan dukungan BBM untuk operasional kapal pengawasan IUU Fishing akan ditindaklanjuti oleh Menko Kemaritiman dan di koordinasikan oleh Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) sebagai penanggungjawab operasi pengawasan tersebut.
“Seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan penanganan pemberantasan IUU Fishing baik Kejaksaan Agung, Polri dan lainnya siap untuk mendukung upaya pemberantasan ini,” tegas Menko Indroyono. (RP/DS).

Dikutib : kkp.go.id

Kiara Desak Pemerintah Maksimalkan Forum Maritim RI-Jepang

Jakarta, JMOL – Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak pemerintah untuk memaksimalkan Forum Maritim yang dibentuk oleh pemerintahan Republik Indonesia dengan Jepang. Hal itu tak lain untuk membantu mewujudkan konsep Poros Maritim Dunia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim menyatakan bahwa Jepang sangat berkepentingan dalam pembentukan Forum Maritim dengan Indonesia. Sebab, menurut dia, sekitar 70 persen pasokan sumber energi Jepang melewati perairan Indonesia. “(Forum Maritim RI-Jepang) harus dimaksimalkan untuk mendukung visi Poros Maritim Jokowi,” kata Abdul, di Jakarta, Selasa (24/3).
Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jepang, Senin (23/3), Indonesia dan Jepang sepakat membentuk forum maritim untuk mengembangkan kerja sama keamanan maritim, industri maritim, dan infrastruktur maritim. Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Shinzo Abe sepakat untuk membentuk forum maritim melalui pernyataan bersama kepada media setelah pertemuan bilateral.
Selain kerja sama bidang keamanan maritim, kedua negara sepakat menjalin kerja sama bidang industri maritim dan infrastruktur maritim. Kepada juruwarta, Jokowi menegaskan, pemerintah bertekad mempercepat pembangunan infrastruktur, utamanya yang terkait dengan sektor maritim.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan program Poros Maritim Dunia bisa dimulai dengan berbagai kebijakan sektor kelautan dan perikanan guna mengatur stok ikan agar sumber daya dapat berkelanjutan hingga generasi mendatang. “Inilah bentuk poros maritim di bidang perikanan. Kita stop suplai dari pencuri-pencuri ikan yang mengisi industri negara tetangga, kita mengatur dari sini,” kata Susim Selasa (24/2).[AN]

Dikutib : jurnalmaritim.com

Ini Modus Baru Kejahatan Perikanan




Jakarta, JMOL – Aparat pengawas gabungan TNI AL dan Petugas Pengawasan Sumber Daya Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan modus baru kejahatan perikanan, yakni dengan menggunakan peti kemas dan mengapalkannnya dengan kapal kargo umum.
Hal itu terpantau dilakukan oleh PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang mengakut ikan mencapai 660 ton, yang dimasukkan ke dalam 24 unit peti kemas, masing-masing berisi 27 ton ikan beku. Rencananya, muatan tersebut akan dibawa kapal kargo KM Pulau Nunukan milik PT Salam Pasific Indonesia Lines (SPIL) menuju Surabaya, Jawa Timur.
“Proses penahanan dimulai dari laporan Pos PSDKP Benjina, tentang adanya perusahaan yang mengapalkan ikan dengan menggunakan jasa peti kemas dan kapal kargo umum KM Pulau Nunukan,” ungkap Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan PSDKP-KKP, Alina Tampubolon.
Dikatakan Alina, saat ini kapal masih ditahan. Petugas masih melakukan penyelidikan, apakah ikan 660 ton yang dimasukkan ke dalam 24 peti kemas tersebut merupakan hasil tangkapan sebelum moratorium diberlakukan, atau sesudahnya.
“Kapal ini ditahan karena kita harus selidiki, apakah ikan yang akan dibawa itu ada izinnya atau tidak,” katanya. Ia menambahkan, jika itu hasil tangkapan sesudah moratorium, berarti perusahaan pemiliknya melanggar aturan hukum dan tidak berhak atas ikan-ikan tersebut, sehingga barang tersebut harus disita untuk negara.
Sementara itu, Kapten Nahkoda KM Pulau Nunukan, Joni Sulle menyatakan, pihaknya tidak tahu-menahu soal pemuatan ikandalam peti kemas itu. Pasalnya, semua peti kemas dinaikkan ke atas kapal dalam keadaan sudah tersegel perusahaan, yakni PT. Pusaka Benjina Resources (PBR). “Kami hanyalah perusahaan jasa kargo laut,” tandasnya.
[IKAWATI]

Dikutib : jurnalmaritim.com

1/22/2015

Nelayan Puger

Nelayan di daerah pesisir puger pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga yakni nelayan besar dengan jumlah awak kapal antara 25 – 35 orang, nelayan sedang dengan jumlah awak kapal 20-25orang, dan nelayan kecil dengan jumlah awak kapal anatar 2 – 5 orang. Secara garis besar jumlah nelayan di daerah puger di dominasi oleh nelayan kecil, dan sebagian besar dari masyarakat nelayan di puger mayoritas adalah buruh kapal yang tidak memiliki kapal sendiri. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar nelayan tradisional yang menggunakan perahu jukung hidupnya belum sejahtera, bahkan tidak sedikit yang hidup dibawah garis kemiskinan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi perekonomian dan sosial masyarakat yang belum juga menunjukkan titik terang. Masyarakat nelayan puger harus senantiasa berperang dengan kemelut dan desakan perekonomian saat musim paceklik tiba, sehingga bukan menjadi sebuah rahasia lagi jika mereka harus mengutang dan menggadaikan sejumlah barang demi menyambung hidup. Pendapatan nelayan yang diperoleh dari kegiatan berlayar sangat dipengaruhi oleh alam seperti angin barat, cuaca, bulan purnama dan bersifat musiman. Jika mencapai musim panen (rame) pendapatan kotor nelayan kecil dalam sekali berlayar bisa mencapai Rp. 1000.000 perhari, sedangkan jika musim sepi pendapatan hanya berkisar Rp. 100.000 perhari bahkan tidak jarang mereka tidak mendapatkan penghasilan sama sekali, Sedangkan biaya biaya yang harus dipenuhi seperti bahan bakar dan konsumsi di tanggung oleh pemilik kapal berkisar antara Rp. 150.000 untuk nelayan kecil dan Rp 2000.000 untuk nelayan besar dalam sekali berlayar, tergantung pada besar dan banyaknya awak kapal. Jenis Mesin kapal yang digunakan untuk kapal kecil dan sedang adalah mesin jenis TS 120-150 cc, sedangkan kapal besar 150-250 cc. jumlah solar yang dibutuhkan adalah 10 – 20 liter untuk nelayan kecil dan 200 hingga 300 liter solar untuk nelayan besar dalam setiap melaut (kapal besar bisa 2x lipat karena jauhnya daya jelajah). Setiap melaut nelayan membutuhkan waktu 1 hingga 2 hari tergantung dari hasil tangkapan.
Komposisi bagi hasil nelayan, terdiri dari 45% untuk nelayan yang terjun langsung untuk berlayar dan 55% diberikan untuk pemilik kapal . Pola bagi hasil nelayan masih mengenal system kekeluargaan, dengan alasan rasa sungkan atau kasihan, pemilik kapal sering kali harus menelan kerugian jika hasil yang diperoleh tidak banyak (musim sepi). Menurut pak syukron (40) terkadang penghasilan 45% tersebut kurang bahkan ia seringkali menambahi untuk dapat melakukan pelayaran kembali seperti membeli bahan bakarnya, memperbaiki kerusakan jukungnya, serta untuk membelikan bekal selama pelayaran nantinya.
Nelayan Puger menolak adanya system slerek, hal ini untuk menjaga kelestarian ekosistem ikan di laut sehingga hasil tangkapan mereka tidak sebanyak nelayan didaerah lain seperti nelayanProbolinggo dan Muncar. Maksimal hasil tangkapan mereka hanya dapat menampung 80kg untuk nelayan kecil dan untuk nelayan besar 8,5 ton.
Perekonomian masyarakat nelayan di Puger dapat di ibaratkan sebagai sebuah lingkaran yang tak berujung. Pada saat musim panen ikan mereka akan melakukan invesatasi seperti membeli tanah atau emas, namun tak lama kemudian pada saat paceklik investasi dan barang berharga lainnya akan digadaikan. Pada saat musim sepi sebagian besar para nelayan puger ini tidak memiliki alternative pekerjaan lain, sehingga selama musim sepi tersebut mereka menganggur atau hanya berbenah kapal sehingga dapat dipastikan mereka tidak memiliki pemasukan pendapatan.
Pola perekonomian masyarakat nelayan dapat dikatakan masih berada pada ambang tradisional, mereka masih menggunakan cara cara tradisional dalam melaut. Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, nelayan puger sangat tergantung pada alam dan pendanaan dari pengambek. Secara praktis belum ada pemberdayaan masyarakat untuk program budidaya ikan yang bertujuan meminimalisir krisis ekonomi nelayan pada masa paceklik.
Pendapatan nelayan tidak menentu apakah itu musim angin atau musim ikan, Mereka tidak menggunakan teknologi seperti GPS untuk mencari ikan sehingga pendapatan ikan mereka tidak menentu. Mereka menggunakan penghitungan musim ikan. Awal bulan ke-5 hingga 12 adalah musim ikan. Sedangkan bulan ke-1 hingga akhirbulan ke-4 adalah paceklik ikan atau mereka biasa menyebutnya musim angin. Karena tidak adanya teknologi yang mendukung dan tidak adanya sistem yang digunakan untuk menjumlah penghasilan mereka dari tiap-tiap musim. Mereka hanya fokus untuk mencari ikan tanpa mencatat dan mengkalkulasi berapa pendapatan yang mereka peroleh dari hasil melaut tiap musimnya.
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat struktural dan ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan infrastruktur.Kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan, budaya serta gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Kebijakan pemerintah kurang berpihak pada pemangku kepentingan di wilayah pesisir itu.

1/15/2015

Ratusan Nelayan Puger Demo ke DPRD Jember




JEMBER (BangsaOnline) - Ratusan warga Kecamatan Puger, Senin (12/1) ngelurug Gedung DPRD Jember. Kedatangan Warga nelayan ini bertujuan meminta bantuan kepada anggota legeslatif, terkait tidak kunjung selesainya proyek perumahan nelayan Land Concolidation (LC) yang ada di Pantai Pancer, Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger. Pasalnya, dari rencana sekitar 700 rumah bersertifikat yang akan dibangun, teryata sampai saat ini baru sekitar 185, itupun bangunannya sungguh sangat memprihatinkan.
Bahkan, warga juga tidak pernah menerima sertifikat tanah LC yang sudah dihibahkan oleh Kementrian Perumahan Rakyat sejak tahun 2010 lalu itu. Berdasarkan pantauan BangsaOnline di lapangan Senin (12/01), warga menggunakan tiga truk mendatangi gedung DPRD Jember. Mereka membawa tulisan-tulisan yang cukup keras seperti ‘Jangan Gadaikan Sertifikat Kami’, ‘DPRD jangan Tidur’.

Aksi ini dilakukan karena masyarakat sudah bosan dengan janji pihak Koperasi Makmur Sejahtera selaku penggarap perumahan itu. Para perwakilan pendemo ditemui oleh anggota DPRD Komisi A dan anggota dewan dari Daerah Pemilihan 5 yang juga mencakup wilayah Puger.

Menurut Arif Rifai, salah satu warga seharusnya proyek yang dikerjakan oleh Koperasi Makmur Sejahtera itu selesai tahun 28 mei 2013 lalu.
“Rencana target 2013 itu dibangun 700 rumah sampai atap, ternyata tidak selesai,” tutur Rifai.

Namun, ternyata hingga kemarin belum juga rampung. Bahkan, jika dihitung jumlah total rumah yang sudah dibangun jumlahnya sekitar 185 rumah. Itupun tidak semua rumah tipe 36 itu kondisinya bagus. Ada juga sejumlah rumah yang roboh dan tinggal pondasinya saja. Selain itu, sejumlah rumah juga rusak dan mau roboh karena terkikis oleh angin yang cukup kencang di daerah tersebut, sehingga yang bisa di tinggali hanya sekitar 50 rumah saja.

Sekedar di ketahui, LC merupakan program pembagian tanah oleh negara melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). LC ini mendapatkan bantuan dari Kemenpera senilai Rp 5,4 milyar untuk pembangunan rumah dengan tipe 36 dan luas tanah 10 meter persegi. Program LC di Puger Kulon diadakan empat tahun lalu. Tanah LC diberikan kepada 700 warga yang tidak memiliki tanah. Tanah itu kemudian disertifikasi atas nama masing-masing penerima rumah.

1/07/2015

Menteri Susi: Jangan Takut Disebut Bangsa Barbar

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik pencurian ikan oleh kapal asing di laut Indonesia benar-benar membuat Menteri Kelutan dan Perikanan Susi Pudjiastuti jengkel. Baginya, tak ada kata hubungan bilateral bagi kapal-kapal asing ilegal "pengeruk" ikan.

"Di sini tidak ada urusan bilateral, ini urusan undang-undang negeri Indonesia," ujar Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (5/1/2015).