Surabaya, JMOL – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis
swasembada garam di Indonesia bisa dicapai pada 2016. Optimisme itu
berangkat dari besarnya dukungan berbagai pihak di Tanah Air terhadap
pemberdayaan dan kesejahteraan petambak garam.
Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau Kecil Kementerian KKP, Sudirman
Saad menegaskan untuk mewujudkan swasembada garam diperlukan upaya
serius dan saling bersinergi. “KKP melalui program PUGAR yang telah
dilakukan sejak tahun 2011 diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
lahan,” kata Sudirman, dalam Pembukaan Sosialisasi Nasional Pengembangan
Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Tahun 2015, di Surabaya, Selasa (28) malam.
“KKP berkomitmen swasembada garam nasional dapat dicapai. Apalagi,
pada 2015 KKP memfasilitasi kurang lebih 10.000 hektare lahan garam
rakyat untuk intensifikasi dengan alokasi anggaran besar,” ujarnya.
Sudirman menjelaskan, target besaran produksi garam tahun ini
terealisasi sebesar 3,3 juta ton, atau 0,8 juta ton lebih besar
dibanding pencapaian tahun 2014, sebesar 2,5 juta ton. Peningkatan
tersebut, diharapkan menjadi substitusi terhadap pengurangan importasi
garam sebesar 50 persen.
Sejauh ini, menurut dia pemetaan swasembada garam yang telah disusun
KKP, telah dialokasikan anggaran yang cukup besar. Anggaran yang begitu
besar untuk intensifikasi lahan garam, terutama untuk memenuhi kebutuhan
garam industri maupun mempertahankan swasembada garam konsumsi.[AN]
Sumber : Jurnalmaritim.com
4/29/2015
4/22/2015
KKP Tingkatkan Pengembangan SDM KP Dukung Blue Economy
Info
BPSDM KP (13/4) - Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
(BPSDM KP), kembali menghadirkan inisiator blue economy (ekonomi
biru) internasional Prof. Gunter Pauli. Kali ini, ia menjadi pembicara
pada Short Course on Blue Economy Practices, Minggu (12/4), di
Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Sidoarjo, Jawa Timur, hasil kerja
sama dengan Blue Economy Foundation (BEP) Indonesia.
Menurut
Gunter, blue economy diartikan sebagai ekonomi berbasis kelautan,
yang berarti sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Konsep blue
economy sangat relevan untuk diterapkan di sektor kelautan dan
perikanan melalui pengembangan bisnis inovatif dan kreatif berdasarkan prinsip
efisiensi alam, hidup hemat tanpa ada limbah yang terbuang (zero
waste), menciptakan kesempatan wirausaha dan lapangan kerja,dan memperbaiki
modal sosial dengan inovasi dan kreativitas.
Sejalan
dengannya, Kepala BPSDM KP Suseno Sukoyono mengatakan, konsep blue
economy diangkat berdasarkan pengalaman empiris bahwa dengan inovasi
dan kreativitas kegiatan ekonomi dapat dikelola tanpa merusak lingkungan,
bahkan sebaliknya dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan menyelamatkan
lingkungan dari kerusakan. Konsep ini diperkenalkan untuk menjawab tantangan,
bahwa sistem ekonomi dunia selama ini cenderung ekploitatif dan merusak
lingkungan karena keserakahan. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya disebabkan
oleh adanya limbah yang bersumber dari industri maupun rumah tangga, tetapi
juga diakibatkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melebihi kapasitas atau
daya dukung alam. Dengan konsep ini, sumber ekonomi nasional dikelola secara
berkelanjutan.
“Sementara
itu, SDM merupakan kunci keberhasilan dalam menerapkan konsep blue
economy dalam membangun kelautan dan perikanan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kontribusi KKP pada pengembangan blue economy merupakan
salah satu strategi meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia,” tambah Suseno.
Peningkatan
kapasitas SDM tersebut dilakukan melalui pendidikan, di samping juga dilakukan
melalui pelatihan dan penyuluhan. Kegiatan pendidikan ini dilakukan melalui
satuan pendidikan KKP, yang terdiri dari sembilan Sekolah Usaha Perikanan
(SUPM) di Aceh, Pariaman, Kota Agung, Tegal, Pontianak, Bone, Kupang, Ambon,
dan Sorong; tiga Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) di Sidoarjo,
Bitung, dan Sorong; serta satu Sekolah Tinggi Perikanan (STP) di lima kampus,
yakni Jakarta, Bogor, Serang, Karawang, dan Wakatobi. Penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan KKP menggunakan sistem pendidikan vokasi dengan
pendekatan teaching factory dengan porsi 70% praktek dan 30%
teori untuk pendidikan menengah serta 60% praktek dan 40% teori untuk
pendidikan tinggi. Peserta didiknya: 40% anak pelaku utama (nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan, serta petambak garam), 40% masyarakat umu, dan
20% mitra kerja sama.
Salah
satu contoh nyata penerapan blue economy pada satuan
pendidikan KKP diterapkan oleh Poltek KP Sidoarjo. Pada kegiatan
budidaya perikanan Poltek ini telah menerapkan sistem budidaya ikan dan udang
dengan memanfaatkan hutan mangrove buatan di stasiun lapangan praktek
Pulokerto, Pasuruan, Jawa Timur, dengan nama Pusat Studi Mangrove. Buah
mangrove yang biasanya terbuang, dimanfaatkan untuk aneka olahan mangrove,
seperti dodol, selai, dan sirup. Pusat studi ini merupakan lokasi kunjunganfield
trip peserta The 9th World Congress on Blue
Economy 2015, 13-15 April 2014, pada hari terkahir pelaksanaannya.
Selain
itu ada pula Bandeng Tanpa Duri (Batari) yang limbah pemrosesannya banyak
dihasilkan manfaat yang mencerminkan penerapan blue economy. Limbah
isi perut hati, ginjal dan labirinth bandeng diolah dengan cara digoreng. Isi
perut dan labirinth dapat pula diolah menjadi bothok. Semua isi perut, insang
dan labirinth dimanfaatkan sebagai pakan ikan lele. Kemudian sisiknya dibuat
kolagen sebagai campuran bahan kosmetik. Tulang punggung dan duri diolah
menjadi krupuk dan abon. Sedangkan darah dan sisa-sisa cucian menjadi pupuk
cair yang dapat menyuburkan plankton.
Contoh
lainnya dilakukan oleh STP kampus Serang dengan pengembangan budidaya
udang menggunakan teknologi Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik
(Busmetik), yang merupakan inovasi teknologi budidaya udang melalui
suatu kajian ilmiah yang terukur. Kegiatan budidaya udang ini disinergikan
dengan beberapa kegiatan lain yang dapat diintegrasikan sesuai dengan blue
economy, yaitu pemanfaatan limbah budidaya untuk pertumbuhan
vegetasi mangrove dan bandeng, bunga mangrove untuk pengembangan lebah madu,
daun mangrove untuk konsumsi binatang ruminansia, seperti kambing, serta
pemanfaatan lahan sekitar mangrove untuk budidaya kepiting. Dengan demikian,
tidak ada lagi limbah yang terbuang tanpa dimanfaatkan.
Suseno
berharap kegiatan Short Course on Blue Economy Practices dapat
memberikan berbagai manfaat, antara lain peningkatan kapasitas tenaga pendidik
dan kependidikan, baik lingkup KKP maupun pendidikan lainnya, serta kelembagaan
Politeknik KP Sidoarjo dalam membangun jejaring kerja internasional; sebagai
momentum pengembangan pusat studi, khususnya Pusat Studi Mangrove Poltek KP
Sidoarjo; memfasilitasi pertukaran best practice good ocean governance dan scale
up penerapan prinsip-prinsip blue economy yang dapat
diaplikasikan masyarakat luas; serta penyampaian inovasi-inovasi yang telah
dikembangkan oleh satuan pendidikan tinggi KKP. “Hal ini merupakan bentuk
pengembangan blue economy yang telah dilaksanakan oleh satuan
pendidikan KKP, yang menjadikan bentuk nyata sebagai penjuru dan rujukan bagi
lembaga pendidikan tinggi kelautan dan perikanan dan sekolah kemaritiman di
Indonesia,” tegasnya.
Dengan
menerapkan blue economy membuat SDM kelautan dan perikanan
menjadi lebih kreatif untuk memanfaatkan limbah menjadi suatu kegiatan inovatif
yang mendorong terciptanya para wirausaha baru, baik dari satuan pendidikan
maupun pelatihan, melalui pendampingan para penyuluh di lapangan dalam
menerapkan dan mempraktekannya.
Sumber : HUMAS BPSDM KP
Langganan:
Postingan (Atom)